Saturday, January 18, 2014
On 5:21 AM by Ia in Migastoday No comments
Source from local Media
Ali Mundakir, Vice
President Corporate Communication PT
Pertamina (Persero), mengklarifikasi soal isu
bahwa harga gas elpiji non subsidi di Indonesia
lebih mahal dari harga di negara-negara
tetangga.
Ia menekankan agar masyarakat tidak terkecoh
dengan isu dan bisa membandingkan harga
dengan fakta. "Di Thailand harga gasnya Rp
7.000 per kg, Malaysia Rp 6.938 per kg. Semua
itu disubsidi. Jadi, kalau mau membandingkan
itu dengan yang 3 kg, bukan 12 kg,"
Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) memberi rekomendasi kepada
PT Pertamina (Persero) untuk menaikkan harga
elpiji kemasan 12 kilogram secara bertahap.
Ali mengatakan, harga gas elpiji 12 kg di
Indonesia jauh lebih murah. Di Filipina, harga gas
non subsidi sebesar Rp 24.000 per kg, di Korea
harga gas non subsidi Rp 17.000 per kg, dan di
Jepang Rp 20.000 per kg. Sementara di India
harga gas non subsidi Rp 12.500 per kg.
"Gas 12 kg di Indonesia masih jauh lebih murah.
Makanya kenapa di daerah perbatasan Malaysia
gasnya lebih murah karena disubsidi
pemerintahnya (Malaysia)," kata Ali.
Menurut Ali, kenaikan harga elpiji non subsidi
kemasan 12 kg secara bertahap hingga
mencapai harga keekonomian, sehingga
Pertamina tidak lagi mengalami kerugian. "Itu
atas rekomendasi BPK maka harus
ditindaklanjuti," ujarnya.
Jika harga jual tidak disesuaikan, dengan volume
penjualan 959.621 metrik ton (MT) di 2014,
Pertamina diperkirakan dari bisnis elpiji non
subsidi kemasan 12 kg merugi antara Rp5,4
triliun sampai Rp7,1 triliun per tahun.
Sementara itu, Ari H Soemarmo, mantan Dirut Pertamina
menilai pemerintah bersandiwara di balik naik-turunnya harga
elpiji 12 kilogram. Pemerintah tidak mempunyai sikap tegas.
Kalaupun Pertamina merugi, tidak ada masalah karena perusahaan
tersebut adalah milik negara. “Saya setuju memang harus naik.
Tetapi pemerintah harus punya keputusan tegas. Kalau mau naik,
ya naikkan. Kalau tidak, Pertamina harus menjual sesuai harga
pasar atau tidak? Itu semua di tangan pemerintah,”
ujar Ari -
Menurut Ari, kenaikan elpiji selama dia menjabat sebagai Dirut Pertamina
memang selalu mendapat penolakan. Hal itu dialaminya
pada tahun 2005, 2007, dan 2008. Anehnya, sambung dia,
pemerintah seperti tidak mau bertanggungjawab.
“Padahal, tidak mungkin kenaikan itu tidak dilaporkan ke pemerintah.
Wong pemegang sahamnya pemerintah kok,
sehingga mau intervensi sewaktu-waktu pun tidak masalah. Dan ini memang aneh,” ucap dia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
Komentar berbau rasis, sara, junk, spam, promosi, OOT (out of topic),
AKAN DI HAPUS.